Itik jantan kawin dengan entok betina sudah lumrah. Tetapi perlu teknik tersendiri untuk mengawinkan itik betina dengan entok jantan yang melahirkan tiktok ini

Russanti Lubis
Tiktok, apaan tuh? Bunyi jamkah? Bukan, melainkan anak hasil kawin suntik antara itik betina dengan entok jantan. Mungkin bagi sebagian masyarakat kita, nama ini terdengar asing. Tetapi, akan terdengar akrab di telinga, jika kita menyebut nama lainnya yaitu serati, beranti, togri, ritog, tongki, atau mandalung. Di samping itu, perkawinan antara itik dengan entok juga bukan sesuatu yang aneh, sebab di alam perkawinan antara itik jantan dengan entok betina sering terjadi.


“Kebetulan kromosom (sel pembawa sifat, red.) mereka sama jumlahnya, sehingga dalam perkawinan tersebut sangat mungkin terjadi pembuahan. Tetapi, anak yang dilahirkan akan steril atau mandul. Di sisi lain, bobot tubuh entok betina lebih ringan daripada entok jantan, seukuran itiklah,” jelas Falinus Simanjuntak, pencetus istilah Tiktok.

Namun, pria yang akrab disapa Linus ini melanjutkan, berbeda dengan tiktok yang merupakan hasil perkawinan antara entok jantan dengan itik betina. Perkawinan ini sebenarnya impossible terjadi, mengingat ukuran dan bobot entok jantan yang jauh lebih besar dan berat daripada itik betina. Karena itu, dilakukan dengan kawin suntik (artificial insemination). Di samping itu, perkawinan antara entok jantan (rata-rata berbobot 5 kg) dengan itik betina (rata-rata berbobot 1,5 kg) akan menghasilkan tiktok seberat minimal 3 kg. Sedangkan perkawinan entok betina (rata-rata berbobot 1,5 kg) dengan itik jantan (rata-rata berbobot 1 kg) hanya akan menghasilkan bebek salah-salah, begitu istilah yang digunakan masyarakat Tanjung Balai, seberat 1 kg.

Bebek betina akan bertelur selama tiga hingga empat bulan. Telur-telur yang dihasilkan bebek betina yang telah disuntik sperma entok, tetap dianggap sebagai telur bebek. Karena selama ini bebek selalu diternakkan, maka mereka sudah “lupa” caranya mengerami sehingga harus dibantu dengan mesin tetas. Uniknya, bila telur bebek menetas setelah 28 hari “dierami” dan telur entok menetas pada hari ke-35, maka tiktok akan menetas pada hari ke-32 (28 hari + 35 hari = 63 hari : 2). “Jika diberi makan makanan yang berkualitas, induk tiktok ini mampu berproduksi hingga 70% (120 hari x 70% = 84 butir),” kata mantan Direktur Kebun Binatang Ragunan ini.

Perlu diketahui, itik betina mampu bertelur sejak berumur enam bulan sampai berumur 2,5 tahun. Pada tahun pertama, mereka mampu menghasilkan 90% (100 butir). Tetapi, setelah berumur lebih dari 2,5 tahun, produksi telurnya akan menurun hingga 20% (24 butir). “Biasanya, saat produksi telurnya menurun 40% hingga 20%, di kalangan peternak berarti tanda bahwa masa hidupnya harus diakhiri. The time is up,” imbuhnya.

Dalam budidaya tiktok, ia menambahkan, tidak harus menggunakan bebek dan entok jenis tertentu, tetapi yang berasal dari bibit unggul, sehingga dagingnya mulus dan tampak bagus. “Saya sarankan kalau bisa tiktoknya berbulu putih mulus. Sebab, dagingnya yang juga putih mulus akan tampak lebih menarik bagi konsumen. Hal ini hanya akan terjadi bila yang dikawinkan adalah entok jantan dan bebek betina yang keduanya berbulu putih. Saat ini, saya sedang mengawinkan bebek Peking (yang pada dasarnya memang berbulu putih dan berukuran besar) dengan bebek biasa (kalau bisa bebek Alabio), sehingga nantinya akan dihasilkan Peking Alabio atau Peking lokal dengan aneka macam warna. Setidaknya, Peking lokal ini memiliki 50% gen bulu putih. Selanjutnya, Peking lokal betina dikawinkan dengan entok jantan berbulu putih, sehingga lahirlah tiktok yang cenderung berbulu putih mengingat mereka memiliki 75% gen bulu putih. Selain itu, daging mereka pun cenderung lebih besar,” ucap pemilik 400 bebek dan 40 entok ini.

Selain mempunyai daging yang besar, tiktok juga rendah lemak (hanya 1% di bagian dada dan 1,5 % di bagian paha sedangkan ayam broiler 1,3% di bagian dada dan 6,8% di bagian paha, red.) dan pemakan segalanya sehingga cost production-nya pun rendah. “Dagingnya lebih enak dan empuk daripada daging ayam atau bebek,” ujar Linus yang secara rutin memasok tiktoknya ke rumah makan di kawasan Kemang dan Pancoran, serta menjual 100 ekor/minggu ke para petani di sekitar tempat tinggalnya yaitu Desa Bedahan, Sawangan, Depok.

Tiktok juga mewarisi daya tahan induknya terhadap berbagai virus yang menyerang unggas, virus flu burung misalnya. “Virus flu burung lebih banyak menyerang ayam dan burung puyuh, sedangkan pada itik tidak berpengaruh banyak. Dalam hal ini, bebek hanya sebagai reservoir, mediator, atau perantara ke pihak lain. Kondisi ini memudahkan para petani atau peternak untuk memeliharanya dan dalam skala kecil tidak akan berdampak kerugian apa pun,” imbuh Linus yang telah mengembangkan tiktok sejak tahun 2001. Nah, tunggu apa lagi.

Analisa bisnis budidaya tiktok periode dua bulan

Bagi Anda yang berminat membudidayakan tiktok, tapi tidak mau repot harus memulainya dari awal mengingat proses budidaya ini menelan biaya yang tidak sedikit dan memerlukan tenaga ahli dalam proses perkawinannya, dapat langsung dengan membeli anakan tiktok ke peternakannya, membesarkan hingga berumur dua bulan, dan lalu menjualnya. Untuk budidaya tiktok skala rumah tangga, berikut perhitungan bisnisnya:

Biaya sarana produksi
Pembelian DOT (Day Old Tiktok)
100 ekor tiktok umur sehari @ Rp5.500,- Rp 550.000,-

Pembelian pakan starter (500 gr/ekor)

Rp1.500,- (1 kg pakan = Rp3.000,-) x 100 ekor tiktok Rp 150.000,-

______________________

Rp 700.000,-

Harga jual tiktok umur dua bulan per ekor
Rp25.000,- x 90 ekor Rp2.250.000,-

(dengan asumsi kematian 5% atau 5 ekor)



Laba ( B-A) Rp1.550.000,-


NB. Dalam budidaya tiktok skala rumah tangga, tanpa kandang tidak masalah tetapi tiktok yang berumur sehari membutuhkan lampu berkekuatan 40 watt atau lampu minyak tanah hingga mereka berumur dua minggu, agar tubuh mereka selalu hangat. Selain itu, dalam perawatannya tidak memerlukan tenaga kerja atau dapat dikerjakan sendiri.

Boks 2

PATI: Leyeh-leyeh yang Menguntungkan

Ibarat sambil menyelam minum air, mandi, keramas, mencuci baju, dan sebagainya, begitulah tehnik membudidayakan padi, azolla (sumber nitrogren alternatif, red.), tiktok (anak hasil kawin suntik antara itik dengan entok, red.), dan ikan yang disingkat PATI ini. Dikatakan demikian, sebab dengan sistem PATI, seorang petani yang memiliki tanah (baca: sawah, red.), misalnya, seluas 1 ha, cukup mengeluarkan modal Rp15 juta untuk membeli padi dan membiayai pengolahannya. “Tapi, ia tidak perlu membeli pupuk dan obat pemberantas hama,” kata Falinus Simanjuntak. Selanjutnya, petani tersebut mengeluarkan biaya lagi sebesar Rp7 juta (normalnya Rp10 juta, red.) untuk membeli tiktok dan ikan. Hasilnya? “Berlipat ganda sekaligus membuat kita kembali ke alam dan bebas dari insektisida. Padahal, teknologinya sederhana dan modalnya relatif kecil,” jelas pria yang menemukan “teknologi” PATI ini pada tahun 2006.

Caranya, ia melanjutkan, masukkan tiktok yang telah berumur dua minggu ke sawah yang sudah ditanami padi. “Tiktok seumur itu sudah mampu mencari makan sendiri dan mereka akan memakan serangga apa pun yang terdapat di sini. Mereka juga akan matun (Jawa: membersihkan segala tanaman liar yang tumbuh di sawah, red.). Di sisi lain, kotorannya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk oleh sang padi,” ujarnya. Setelah itu masukkan azolla yang berfungsi menyuburkan tanah, sehingga begitu padi selesai dipanen, sawah dapat segera ditanami kembali. “Imbasnya, kita memiliki tiga kali musim tanam dan panen dalam setahun (normalnya dua kali musim tanam dan panen dalam setahun, red.). Di sisi lain, azolla yang merupakan tumbuhan paku air mini ini juga dapat dijadikan makanan tiktok,” tambahnya. Terakhir, masukkan ikan yang akan memakan jentik-jentik di sawah. Sedangkan kotorannya dapat dimanfaatkan untuk memperkaya unsur hara dalam tanah.

“Hasil yang didapat petani meski tidak secara bersamaan karena masing-masing memiliki masa panen yang berbeda yaitu padi organik dengan hasil melimpah dan bagus, ikan-ikan yang tumbuh besar tanpa perlu diberi makan, dan tiktok yang telah siap dipotong. Sedangkan petaninya leyeh-leyeh (Jawa: santai, red.) saja,” tegasnya. Tidakkah Anda tergiur?