Paguyuban yang berpusat di Batu, Jawa Timur ini berhasil membuat formula khusus yang sangat membantu petani. Produktivitas meningkat, efisiensi biaya dan produk yang dihasilkannya sangat berkualitas.
Bisnis Agro, tetap menjanjikan. Apalagi kalau tahu caranya, keuntungan besar sudah di depan mata. Demikian pendapat para petani Batu, kota sejuk di Jawa Timur. Mereka yang tergabung dalam Paguyuban Petani Madani (PPM) itu dalam beberapa tahun terakhir ini telah berhasil mengembangkan beberapa komoditas pertanian, perikanan dimana produknya tidak saja dipasarkan di dalam negeri tetapi juga mancanegara.
PPM kini memang popular. Siapa sih yang tidak kenal nama ini? Dari Presiden, menteri, anggota DPR hingga pejabat lokal, pasti sudah mengenal Paguyuban yang memiliki anggota ribuan petani di Indonesia itu. Menurut Budiono, ketua PPM, total anggotanya sekitar 6% dari populasi petani di Tanah Air. Sifat keanggotaannya terbuka dan siapa saja --tidak hanya petani-- boleh menjadi warga PPM. “Kami memang berkomitmen dengan siapa saja yang ingin bergabung dalam bisnis pertanian. Asalkan mereka berminat dan sungguh-sungguh, kami pasti akan membantu,” ujarnya.
PPM berupaya mengembangkan sebuah bisnis agrobis yang berkesinambungan di Indonesia. Mereka ingin membentuk sebuah entitas bisnis berbasis agro yang berhasil, bermartabat dan tentu saja sukses. Mereka ingin mengubah stereotype lazimnya petani yang miskin, kurang inovatif dan selalu terpinggirkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, PPM mengajak semua unsure yang terlibat dalam bisnis agro, mulai dari petani, pedagang hingga perusahaan-perusahaan pendukung bisnis ini.
Langkah pertama yang dilakukan PPM ialah memutus ketergantungan petani terhadap pupuk yang selama ini dianggap sebagai biang kerok dan merusak struktur tanah yang ada. Paguyuban berhasil membuat suplemen tanama yang disebut RL-M (Ramah Lingkungan Madani). Produk ini dibuat dari bahan-bahan yang ada disekitar lingkungan para petani tersebut. Sebut saja, misalnya, ekstrak akar-akaran, biji-bijian, buah-buhan, tunas tumbuhan dan sari pati bunga tanaman khas tropis. Dari bahan-bahan tersebut dapat diimplementasikan ke dalam bisnis pertanian, seperti : pupuk organik pupuk daun, perangsang bunga, pembuat buah sehat dan produk-produk lainnya. Hebatnya lagi, anggota PPM dapat membuat sendiri produk tersebut. Mereka akan diberikan alih teknologi, sehingga petani tidak tergantung pada pasokan pupuk.
Budiono menambahkan, bagi peminat yang ingin terjun ke agribisnis bisa langsung konsultasi dengan PPM. Para anggota paguyuban akan membantu melakukan analisis tanah—misalnya akan terjun ke bisnis. Peminat hanya dipungut biaya Rp 35 ribu/analisis. Analisis diperlukan untuk menentukan bagaimana mengolah tanah dengan tepat agar diperoleh hasil yang maksimal. Setelah itu, mereka akan dibantu dalm menentukan jenis tanaman, jenis pupuk serta dibimbing untuk laih teknologi dalam pembuatan pupuk secara mandiri.
Dilihat dari kacamata bisnis, penggunaan teknologi RLM sangat menguntungkan. Keberhasilan boleh diadu dengan pengolahan secara tradisional maupun penggunaan produk non organic—lihat tabel. Sebagai contoh misalnya : penggunaan pupuk yang dilakukan dengan cara tradisional, ternyata lebih boros bila dibandingkan dengan menggunakan teknologi RLM ataupun nutrisi lainnya. Per hektarnya, cara tradisional membutuhkan pupuk 600 kilogram. Sedangkan dengan RLM cukup 200 kilogram saja.
Saking iritnya, maka tidak heran bila produk RLM ini telah dipakai di 200 Kabupaten/kota di Indonesia. Dan, lebih dari itu, produk suplemen RLM ini bisa digunakan pada produk perikanan, udang, peternakan seperti : sapi, kambing dan beberapa lagi lainnya.
Salah satu keberhasilan PPM ini ialah mengekespor udang ke pasar Jepang. Pasar di negeri Sakura tersebut, diakui sangat sulit. Produk harus berkualitas prima. Namun, berkat suplemen RLM, udang yang diekspor rata-rata memiliki panjang antara 21-42 cm. Sedangkan komoditas perikanan ekspor lainnya, seperti bandeng, berkat penggunaan suplemen ini bisa menghasilkan berat antara 0,25 sampai 0,50 kilogram per ekor.
Sekarang PPM tidak hanya terdiri dari para petani. Beberapa pengusaha yang bergerak di bidang pertanian pun turut bergabung, sehingga pemasaran produk pun relatif lancar. Produk-produk pertanian mereka telah diekspor ke berbagai negara seperti : China, Jepang, Australia, Brunei dan Malaysia. “Kami masih membuka bagi para pengusaha, pedagang maupun pemain agro lainnya untuk bergabung dengan prinsip win-win solution,” tutur Budiono.
Bisnis Agro, tetap menjanjikan. Apalagi kalau tahu caranya, keuntungan besar sudah di depan mata. Demikian pendapat para petani Batu, kota sejuk di Jawa Timur. Mereka yang tergabung dalam Paguyuban Petani Madani (PPM) itu dalam beberapa tahun terakhir ini telah berhasil mengembangkan beberapa komoditas pertanian, perikanan dimana produknya tidak saja dipasarkan di dalam negeri tetapi juga mancanegara.
PPM kini memang popular. Siapa sih yang tidak kenal nama ini? Dari Presiden, menteri, anggota DPR hingga pejabat lokal, pasti sudah mengenal Paguyuban yang memiliki anggota ribuan petani di Indonesia itu. Menurut Budiono, ketua PPM, total anggotanya sekitar 6% dari populasi petani di Tanah Air. Sifat keanggotaannya terbuka dan siapa saja --tidak hanya petani-- boleh menjadi warga PPM. “Kami memang berkomitmen dengan siapa saja yang ingin bergabung dalam bisnis pertanian. Asalkan mereka berminat dan sungguh-sungguh, kami pasti akan membantu,” ujarnya.
PPM berupaya mengembangkan sebuah bisnis agrobis yang berkesinambungan di Indonesia. Mereka ingin membentuk sebuah entitas bisnis berbasis agro yang berhasil, bermartabat dan tentu saja sukses. Mereka ingin mengubah stereotype lazimnya petani yang miskin, kurang inovatif dan selalu terpinggirkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, PPM mengajak semua unsure yang terlibat dalam bisnis agro, mulai dari petani, pedagang hingga perusahaan-perusahaan pendukung bisnis ini.
Langkah pertama yang dilakukan PPM ialah memutus ketergantungan petani terhadap pupuk yang selama ini dianggap sebagai biang kerok dan merusak struktur tanah yang ada. Paguyuban berhasil membuat suplemen tanama yang disebut RL-M (Ramah Lingkungan Madani). Produk ini dibuat dari bahan-bahan yang ada disekitar lingkungan para petani tersebut. Sebut saja, misalnya, ekstrak akar-akaran, biji-bijian, buah-buhan, tunas tumbuhan dan sari pati bunga tanaman khas tropis. Dari bahan-bahan tersebut dapat diimplementasikan ke dalam bisnis pertanian, seperti : pupuk organik pupuk daun, perangsang bunga, pembuat buah sehat dan produk-produk lainnya. Hebatnya lagi, anggota PPM dapat membuat sendiri produk tersebut. Mereka akan diberikan alih teknologi, sehingga petani tidak tergantung pada pasokan pupuk.
Budiono menambahkan, bagi peminat yang ingin terjun ke agribisnis bisa langsung konsultasi dengan PPM. Para anggota paguyuban akan membantu melakukan analisis tanah—misalnya akan terjun ke bisnis. Peminat hanya dipungut biaya Rp 35 ribu/analisis. Analisis diperlukan untuk menentukan bagaimana mengolah tanah dengan tepat agar diperoleh hasil yang maksimal. Setelah itu, mereka akan dibantu dalm menentukan jenis tanaman, jenis pupuk serta dibimbing untuk laih teknologi dalam pembuatan pupuk secara mandiri.
Dilihat dari kacamata bisnis, penggunaan teknologi RLM sangat menguntungkan. Keberhasilan boleh diadu dengan pengolahan secara tradisional maupun penggunaan produk non organic—lihat tabel. Sebagai contoh misalnya : penggunaan pupuk yang dilakukan dengan cara tradisional, ternyata lebih boros bila dibandingkan dengan menggunakan teknologi RLM ataupun nutrisi lainnya. Per hektarnya, cara tradisional membutuhkan pupuk 600 kilogram. Sedangkan dengan RLM cukup 200 kilogram saja.
Saking iritnya, maka tidak heran bila produk RLM ini telah dipakai di 200 Kabupaten/kota di Indonesia. Dan, lebih dari itu, produk suplemen RLM ini bisa digunakan pada produk perikanan, udang, peternakan seperti : sapi, kambing dan beberapa lagi lainnya.
Salah satu keberhasilan PPM ini ialah mengekespor udang ke pasar Jepang. Pasar di negeri Sakura tersebut, diakui sangat sulit. Produk harus berkualitas prima. Namun, berkat suplemen RLM, udang yang diekspor rata-rata memiliki panjang antara 21-42 cm. Sedangkan komoditas perikanan ekspor lainnya, seperti bandeng, berkat penggunaan suplemen ini bisa menghasilkan berat antara 0,25 sampai 0,50 kilogram per ekor.
Sekarang PPM tidak hanya terdiri dari para petani. Beberapa pengusaha yang bergerak di bidang pertanian pun turut bergabung, sehingga pemasaran produk pun relatif lancar. Produk-produk pertanian mereka telah diekspor ke berbagai negara seperti : China, Jepang, Australia, Brunei dan Malaysia. “Kami masih membuka bagi para pengusaha, pedagang maupun pemain agro lainnya untuk bergabung dengan prinsip win-win solution,” tutur Budiono.
0 Comments