Memelihara kambing Peranakan Etawa (ET) untungnya sangat menggiurkan. Air susu dan air kencingnya pun laku dijual. Haris RK

Radhmadiansyah Adlan, merupakan salah satu contoh pengusaha yang terbilang sukses mendulang untung dari peternakan kambing jenis Perakanan Etawa (PE). Rahmad, yang akan segera mengakhiri masa lajangnya ini, merupakan salah satu peternak yang cukup besar di kawasan sentra peternakan PE yang berlokasi di desa Kemiri Kebo, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman. DIY.

Di lahan seluas 1000 M2 lebih, pria asal Sumatera Barat ini, sedikitnya memelihara 70 ekor kambing PE. Bisnis itu, dirintisnya sejak tiga tahun lalu. Pada awalnya, Rahmad ingin mengembangkan usaha penangkaran. Maksudnya, ia ingin menghasilkan bibit kambing PE untuk dijual ke pasar. Namun, dalam perkembanganya, ia tidak hanya fokus untuk pembibitan tapi juga menjual air susu PE.
Di wilayah lereng Merapi tersebut, ternak kambing PE memang bukan sesuatu yang asing. Maklum rata-rata warga yang tinggal di daerah berhawa dingin tersebut memang memiliki kebiasaan memelihara kambing PE disamping peternakan lainya seperti sapi dan kerbau.
Tapi apa yang dilakukan Adlan, memang sangat berbeda dengan yang menjadi kebiasaan penduduk setempat. Adlan, lebih profesional. Ia benar-benar menjadikan PE sebagai lahan bisnis yang memberikan keuntungan, bukan sekadar pekerjaan sambilan, seperti yang biasa dilakukan warga setempat. “Kalau kita serius, kambing PE sangat menguntungkan,” kata pria kelahiran 16 Desember 1977 ini.

Rahmad mengakui bahwa yang dilakukannya saat ini, masih pada tahap uji coba. Namun baru tahap uji coba pun usaha ini telah membuahkan hasil. Karena itulah, ia berniat untuk mengembangkan peternakan ini lebih besar lagi. “Potensi pasar masih terbuka lebar,” katanya.
Dari 70 ekor kambing, Rahmad telah memanen hasil dari penjualan bibit PE dan air susu. Bahkan kotoran ternak dan air seni yang pada dasarnya merupakan limbah juga laku dijual. Kotoran kambing memang tidak langsung dijual begitu saja, tapi harus diolah terlebih dulu menjadi pupuk kompos yang harga perkilonya mencapai Rp 1000. Sementara air seni kambing dijual dalam bentuk mentah dan fermentasi. Untuk yang mentah satu liter dihargai Rp 750 sedangkan yang sudah fermentasi mencapai Rp 15.000/liter. “Saat ini yang mengambil dari perorangan dan Universitas Gajah Mada untuk sampel penelitian,” kata sarjana Teknik Industri dari UII Jogjakarta ini.

Yang menarik, dari komoditas yang bisa dijual tersebut yang paling menguntungkan justru hasil penjualan air susu kambing. Rahmad mengaku kewalahan memenuhi permintaan yang terus meningkat dari hari ke hari. “Saya belum bisa memenuhi karena kapasitas produksinya memang masih rendah,” katanya.
Dalam memasarkan produknya, Rahmad memang terbilang jeli. Ia sengaja menyasar konsumen khusus, yakni mereka yang sedang menjalani proses terapi penyembuhan. Maksudnya, air susu tersebut dimanfaatkan sebagai terapi penyembuhan bagi mereka yang sedang didera penyakit tertentu. “Sebagian besar yang menjadi konsumen kami, orang-orang yang sedang bermasalah dengan kesehatan,” ujar pria berkaca mana minus ini.

Dari berbagai literatur diketahui, susu kambing PE memiliki kelebihan dibandingkan dengan susu sapi yang biasa dikonsumsi selama ini. Jika dibuat keju atau yogurt, susu kambing memiliki aroma lebih menarik dibandingkan dengan susu sapi.
Ahmad Sodik, seorang peneliti dari Fakultas Peternakan Unsoed, Purwokerto bahkan menyatakan bahwa susu kambing bisa dijadikan alternatif sebagai minuman bayi pengganti ASI (Air Susu Ibu). Bahkan dari hasil penelitiannya bersama timnya, ia berani menyimpulkan bahwa kualitas susu kambing PE justru lebih bagus dibandingkan dengan ASI.
Hasil penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa air susu kambing PE sangat bagus untuk perbaikan nutrisi, karena tidak memiliki masalah lactosa intolerence sebuah zat yang bisa menyebabkan diare. “Air susu kambing PE memiliki kandungan gizi yang sangat bagus untuk kesehatan,” katanya.
Paling tidak menurut hasil penelitian tersebut, susu kambing PE sangat bagus untuk mereka yang menderita penyakit asma dan paru-paru. Bahkan untuk stamina pria pun juga oke. “Kalau mau minum dua gelas tiap hari dijamin stamina kita kuat,” ungkap Rahmad.

Rahmad mengakui bahwa permintaan akan susu kambing di pasaran cukup besar. Ini bisa dilihat dengan banyaknya pesanan yang masuk tiap hari. “Kalau dituruti tiap hari bisa sampai ratusan liter, tapi saya baru bisa memenuhi sepersepuluhnya,” ungkap Rahmad.
Harga jual susu kambing ini ternyata cukup bagus, bisa mencapai Rp 15 ribu perliter. “Harga ini, harga di tempat karena susu kami antar sampai alamat khususnya di kota Jogjajakarta,” akunya.
Menurut Rahmad, idealnya satu ekor kambing setiap hari bisa menghasilkan sekitar 2 liter. Namun untuk saat ini, setiap ekor kambingnya baru menghasilkan sekitar 1 liter. “Kami memang baru uji coba, tetapi kami berniat mengusahakan agar hasilnya maksimal,.”ucapnya.

Sebagai skala bisnis, idealnya PE dipelihara minimal ratusan ekor. Investasi yang dibutuhkan pun juga mencapai ratusan juta rupiah, karena untuk harga induk satu ekor saja bisa mencapai kisaran Rp 1,5 juta. Sementara untuk biaya produksi, per ekor kambing dalam satu hari membutuhkan biaya Rp 1.200 rupiah, ini sudah termasuk ongkos pakan dan tenaga kerja.
Selain menjual susu, Rahmad menjual bibit dan indukan. Sebagian kambingnya justru dijual ke negeri jiran, Malaysia. Tapi ada juga yang dijual di sekitar Jogjajakarta dan Jawa Tengah, tapi jumlahnya hanya sedikit. “Untuk memenuhi pasar Malaysia saja kami kesulitan,” katanya.

Bagi Rahmad, beternak kambing PE ternyata merupakan ekspansi bisnis. Sejak masih menempuh kuliah Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta, Rahmad sudah menjalankan aktivitas bisnis. Dengan bendera CV Adlan Agrinusa mengekspor kambing ke Malyasia. “Tiap tahun rata-rata saya mengirim ribuan kambing ke Malaysia,” katanya.
Karena kesulitan mendapatkan kambing PE di pasar, maka ia mencoba untuk menernakkan sendiri. Dari peternakan ini, ia berharap bisa mengembangbiakan kambing PE sendiri. Skenarionya, hasil dari pembudidayaan tersebut kemudian dijualnya ke pasar. Tapi dalam perkembangan ternyata ia menemukan produk sampingan yang justru memberikan hasil yang cukup lumayan, yakni susu kambing.

Yang tak kalah menarik, lokasi peternakan Rahmad saat ini sering menjadi ajang studi banding dari perternak dan perguruan tinggi yang ada di Jateng/DIY. Maklum dengan lima karyawan yang dimilikinya, ia memang mengelola peternakan secara profesional. Kambing-kambing piaraannya dibuatkan kandang panggung untuk menjamin kesehatan ternak. Di bawah panggung tersebut diberi terpal untuk menampung kotoran dan air kencing.
Ke depan Rahmad juga berencana untuk menjadikan lokasi ternaknya sebagai wisata agro. Di tempat ini, pengunjung bisa meminum susu kambing secara langsung. “Kami masih membuat konsepnya,” tutur Rahmad.