January
12
Setiap kali Wanda melihat pengemis, muncul rasa ibanya. Ia seakan-akan ingin langsung menyerahkan uang receha yang berada di kantung celananya. Rasa empatinya cukup tinggi. Memang sejak kecil Wanda sudah dilatih oleh orangtuanya untuk memberi bantuan bagi fakir miskin dan anak-anak yatim piatu.
Karena itulah, meski usianya baru lima tahun, ia tidak merasa canggung untuk memberikan uang atau barang yang dimilikinya. Jiwanya reflek ketika melihat pengemis, atau anak-anak gelandangan, maka ia langsung mengeluarkan uang recehnya. Namun, lain halnya dengan Anto, bocah seusia Wanda. Setiap ia melihat orang-orang yang kurang beruntung, seperti pengemis atau anak-anak di panti asuhan. la cuek saja. Seakan-akan jiwanya tidak memiliki rasa kepedulian sosial.
Memang setiap anak tidak ada yang sama. Tapi sungguh bahagia jika anak kita mempunyai sikap seperti Wanda. Apa yang dilakukan Wanda sangat baik. Tapi, bagaimanakah caranya mengajarkan putra-putri agar tidak memberikan uang kepada sembarang orang? Lalu, bagaimana pula caranya untuk terus menumbuhkan sifat dermawan atau penolong?
Menurut Devi Retnowati, MSc, Psikolog dan Pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Paramadina, Jakarta, sebenarnya anak yang berusia lima tahun adalah anak yang masih segar-segarnya diajarkan pendidikan yang baik. Pada usia 3 hingga 5 tahun, anak biasanya akan mengikuti apa yang dilihatnya. Misalkan, Ibu ingin mengajarkan anaknya agar mempunyai sifat dermawan, maka si Ibu ini yang harus memberikan contohnya terlebih dahulu.
Dengan demikian, si anak akan mengikuti apa yang sudah dilakukan oleh ibunya itu. "Seandainya, si ibu tadi memberikan uang pecahan seribu rupiah, maka si anak tersebut juga akan memberikan uang yang sama," jelas Devi. Akan tetapi, lanjut Devi, contoh-contoh ini jangan dipraktekkan sesering mungkin. Karena dikhawatirkan nantinya si anak akan beranggapan lain. Yakni, hatinya akan mengatakan, jika dirinya bertemu dengan so sok pria maupun wanita, orangtua, dewasa dan anak-anak yang menggunakan baju compang-camping, mereka semua itu harus diberikan uang. Padahal, belum tentu mereka itu memerlukan bantuan ini. Ada yang lebih memerlukan lagi selain mereka.
Jadi, agar anak tidak selalu memberi pada siapapun, sebaiknya orang tua mengajarkan kepada putra-putri. Orangtua bisa kok memberitahukan anak agar memilih siapa-siapa saja yang pantas mendapatkan bantuan. Coba Anda ungkapkan kriteria orang-orang yang berhak mendapat bantuan. Dengan ucapan yang lembut, katakan kepada si kecil bahwa pengemis yang berada di emperan jalan itu pantas diberikan bantuan. Pengemis itu mempunyai badan kurus, kerempeng, sakit-sakitan dan tidak bisa bekerja.
Tetapi jika menemukan seorang pengemis yang terlihat segar bugar, fisiknya gemuk, kekar, sebaiknya jangan diberikan. Lebih baik dana yang akan disumbangkan tersebut dialihkan kepada orang yang lebih membutuhkan. "Dengan kriteria yang Anda ungkapkan, maka secara tidak langsung orangtua mengajarkan pendidikan penggunaan uang dengan baik dan benar pada anak," papar Devi. Selain itu, lanjut Devi, cara yang diterapkan orangtua adalah tidak menerapkan penggunaan uang yang royal. Artinya, orangtua ikut mengkondisikan agar si buah hati melihat dan mengerti mana yang perlu didahulukan dan mana yang tidak.
Selain memberikan pengertian di atas, bisa juga orangtua melakukan cara, yakni membawa buah hati kita ke panti-panti asuhan dan panti jompo. Berilah kesempatan pada si kecil untuk melihat sekeliling panti tersebut. Sambil melihat, Anda sebagai orangtua dapat memberikan pen jelasan, mengenai kedatangan mereka di panti asuhan tersebut.
Ingat, tujuan Anda membawa si kecil ke panti asuhan atau panti jompo tidak lain, agar si anak mempunyai naluri yang dalam serta memiliki jiwa kasihan. Anda bisa mengatakan pada anak-anak bahwa, "Teman-teman yang berada di sini tidak mempunyai orangtua. Mereka sudah pisah dari ibu-bapaknya. Kasihan ya. Sangat-sangat kasihan. Bagaimana kalau kita memberikan sumbangan baju kepada mereka. Setuju?"
Ungkapan yang dilontarkan dengan sebuah pertanyaan kepada si kecil, bisa jadi akan menyentuh perasaannya. la akan mengatakan, iya sebagai tanda setuju dengan ucapan Anda. Lantas, bagaimanakah jika si buah hati tidak mempunyai jiwa menderma? Sebagai orangtua, Anda jangan bingung, bersikaplah tenang. Di sini yang perlu dilakukan, yaitu menanyakan dan memberikan gambaran kepada si kecil mengenai keadaan orang yang tidak mempunyai apaapa. "Sayang, coba rasakan jika tidak makan dari pagi sampai siang. Bagaimana? Tentu merasa lapar dan sedih bukan?," contoh Devi.
Nah, perkataan dari hati ke hati inilah yang harus dilontarkan. Dengan demikian, alunan nada bicara tersebut dapat dimengerti oleh putra-putri kita. Jangan sekali-sekali melarang anak jika ingin menyumbangkan uangnya kepada orang lain. Sebab jika hal ini terjadi maka dikhawatirkan, perasaan dan sikap anak-anak akan 1untur secara bertahap.
Kalau sikap dan perasaan anak untuk menderma sudah luntur, maka sebagai orangtua juga akan mengalami kerepotan di kemudian hari nanti. Untuk membangkitkan rasa dermawan anak, sebagai orangtua jangan bersikap tidak konsisten. Misalkan, sang ibu memerintahkan kepada anaknya, agar menyisihkan uangnya untuk beramal. Sedangkan di depan anaknya, si ibu tidak konsisten dalam menyisihkan uangnya untuk beramal kepada orang lain
Karena itulah, meski usianya baru lima tahun, ia tidak merasa canggung untuk memberikan uang atau barang yang dimilikinya. Jiwanya reflek ketika melihat pengemis, atau anak-anak gelandangan, maka ia langsung mengeluarkan uang recehnya. Namun, lain halnya dengan Anto, bocah seusia Wanda. Setiap ia melihat orang-orang yang kurang beruntung, seperti pengemis atau anak-anak di panti asuhan. la cuek saja. Seakan-akan jiwanya tidak memiliki rasa kepedulian sosial.
Memang setiap anak tidak ada yang sama. Tapi sungguh bahagia jika anak kita mempunyai sikap seperti Wanda. Apa yang dilakukan Wanda sangat baik. Tapi, bagaimanakah caranya mengajarkan putra-putri agar tidak memberikan uang kepada sembarang orang? Lalu, bagaimana pula caranya untuk terus menumbuhkan sifat dermawan atau penolong?
Menurut Devi Retnowati, MSc, Psikolog dan Pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Paramadina, Jakarta, sebenarnya anak yang berusia lima tahun adalah anak yang masih segar-segarnya diajarkan pendidikan yang baik. Pada usia 3 hingga 5 tahun, anak biasanya akan mengikuti apa yang dilihatnya. Misalkan, Ibu ingin mengajarkan anaknya agar mempunyai sifat dermawan, maka si Ibu ini yang harus memberikan contohnya terlebih dahulu.
Dengan demikian, si anak akan mengikuti apa yang sudah dilakukan oleh ibunya itu. "Seandainya, si ibu tadi memberikan uang pecahan seribu rupiah, maka si anak tersebut juga akan memberikan uang yang sama," jelas Devi. Akan tetapi, lanjut Devi, contoh-contoh ini jangan dipraktekkan sesering mungkin. Karena dikhawatirkan nantinya si anak akan beranggapan lain. Yakni, hatinya akan mengatakan, jika dirinya bertemu dengan so sok pria maupun wanita, orangtua, dewasa dan anak-anak yang menggunakan baju compang-camping, mereka semua itu harus diberikan uang. Padahal, belum tentu mereka itu memerlukan bantuan ini. Ada yang lebih memerlukan lagi selain mereka.
Jadi, agar anak tidak selalu memberi pada siapapun, sebaiknya orang tua mengajarkan kepada putra-putri. Orangtua bisa kok memberitahukan anak agar memilih siapa-siapa saja yang pantas mendapatkan bantuan. Coba Anda ungkapkan kriteria orang-orang yang berhak mendapat bantuan. Dengan ucapan yang lembut, katakan kepada si kecil bahwa pengemis yang berada di emperan jalan itu pantas diberikan bantuan. Pengemis itu mempunyai badan kurus, kerempeng, sakit-sakitan dan tidak bisa bekerja.
Tetapi jika menemukan seorang pengemis yang terlihat segar bugar, fisiknya gemuk, kekar, sebaiknya jangan diberikan. Lebih baik dana yang akan disumbangkan tersebut dialihkan kepada orang yang lebih membutuhkan. "Dengan kriteria yang Anda ungkapkan, maka secara tidak langsung orangtua mengajarkan pendidikan penggunaan uang dengan baik dan benar pada anak," papar Devi. Selain itu, lanjut Devi, cara yang diterapkan orangtua adalah tidak menerapkan penggunaan uang yang royal. Artinya, orangtua ikut mengkondisikan agar si buah hati melihat dan mengerti mana yang perlu didahulukan dan mana yang tidak.
Selain memberikan pengertian di atas, bisa juga orangtua melakukan cara, yakni membawa buah hati kita ke panti-panti asuhan dan panti jompo. Berilah kesempatan pada si kecil untuk melihat sekeliling panti tersebut. Sambil melihat, Anda sebagai orangtua dapat memberikan pen jelasan, mengenai kedatangan mereka di panti asuhan tersebut.
Ingat, tujuan Anda membawa si kecil ke panti asuhan atau panti jompo tidak lain, agar si anak mempunyai naluri yang dalam serta memiliki jiwa kasihan. Anda bisa mengatakan pada anak-anak bahwa, "Teman-teman yang berada di sini tidak mempunyai orangtua. Mereka sudah pisah dari ibu-bapaknya. Kasihan ya. Sangat-sangat kasihan. Bagaimana kalau kita memberikan sumbangan baju kepada mereka. Setuju?"
Ungkapan yang dilontarkan dengan sebuah pertanyaan kepada si kecil, bisa jadi akan menyentuh perasaannya. la akan mengatakan, iya sebagai tanda setuju dengan ucapan Anda. Lantas, bagaimanakah jika si buah hati tidak mempunyai jiwa menderma? Sebagai orangtua, Anda jangan bingung, bersikaplah tenang. Di sini yang perlu dilakukan, yaitu menanyakan dan memberikan gambaran kepada si kecil mengenai keadaan orang yang tidak mempunyai apaapa. "Sayang, coba rasakan jika tidak makan dari pagi sampai siang. Bagaimana? Tentu merasa lapar dan sedih bukan?," contoh Devi.
Nah, perkataan dari hati ke hati inilah yang harus dilontarkan. Dengan demikian, alunan nada bicara tersebut dapat dimengerti oleh putra-putri kita. Jangan sekali-sekali melarang anak jika ingin menyumbangkan uangnya kepada orang lain. Sebab jika hal ini terjadi maka dikhawatirkan, perasaan dan sikap anak-anak akan 1untur secara bertahap.
Kalau sikap dan perasaan anak untuk menderma sudah luntur, maka sebagai orangtua juga akan mengalami kerepotan di kemudian hari nanti. Untuk membangkitkan rasa dermawan anak, sebagai orangtua jangan bersikap tidak konsisten. Misalkan, sang ibu memerintahkan kepada anaknya, agar menyisihkan uangnya untuk beramal. Sedangkan di depan anaknya, si ibu tidak konsisten dalam menyisihkan uangnya untuk beramal kepada orang lain
0 Comments