January
12
Laki-laki itu datang ke sebuah pesta. Meskipun
penampilannya tidak jauh berbeda dengan penampilan
laki-laki lain yang datang, namun kelihatannya tidak
seorangpun yang tertarik padanya. Ia lalu
memperhatikan seorang gadis yang dari tadi dikelilingi
banyak orang. Di akhir pesta itu, ia memberanikan diri
mengundang gadis itu untuk menemaninya minum kopi.
Karena kelihatannya laki-laki itu menunjukkan sikap
yang sopan, gadis itupun memenuhi undangannya. Mereka
berdua kini duduk di sebuah warung kopi. Begitu
gugupnya laki-laki itu hingga ia tidak tahu bagaimana
harus memulai sebuah percakapan.
Tiba-tiba ia berkata kepada pelayan, "Dapatkah engkau
memberiku sedikit garam untuk kopiku?" Setiap orang
yang ada di sekitar mereka memandang lelaki itu
keheranan. Wajahnya memerah seketika, tetapi ia tetap
memasukkan garam itu ke dalam kopinya lalu kemudian
meminumnya. Penuh rasa ingin tahu, gadis yang duduk di
depannya bertanya, "Bagaimana kau bisa mempunyai hobi
yang aneh ini?" Laki-laki itupun menjawab, "Ketika aku
masih kecil, aku hidup di dekat laut, aku suka
bermain-main di laut. Jadi aku tahu rasanya air laut,
asin seperti rasa kopi asin ini. Sekarang, setiap kali
aku meminum kopi asin ini, aku terkenang akan masa
kecilku, tentang kampung halamanku, aku sangat
merindukan kampung halamanku, aku merindukan orang
tuaku yang tetap hidup di sana." Ia mengatakan itu
sambil berurai air mata, kelihatannya ia sangat
tersentuh.
Gadis itu berpikir, "Apa yang diceritakan oleh
laki-laki tersebut adalah ungkapan isi hatinya yang
terdalam. Orang yang mau menceritakan tentang
kerinduannya akan rumahnya adalah orang yang setia,
peduli dengan rumah dan bertanggung jawab terhadap
seisi rumahnya". Maka gadis itupun mulai bercerita
tentang kampung halamannya yang jauh, masa kecilnya
dan keluarganya.
Merekapun berpacaran. Gadis itu menemukan semua yang
dia inginkan di dalam diri laki-laki tersebut.
Laki-laki itu begitu toleransi, baik hati, hangat dan
penuh perhatian. Ia adalah laki-laki yang sangat baik,
sehingga ia selalu merindukannya. Singkat cerita,
merekapun menikah dan hidup bahagia. Setiap kali, ia
selalu membuatkan kopi asin bagi suaminya karena ia
tahu suaminya sangat menyukai kopi asin.
Sesudah empat puluh tahun menikah, meninggallah
suaminya. Ia meninggalkan surat kepada istrinya,
"Sayangku, maafkan aku, maafkan kebohonganku selama
aku hidup. Inilah satu-satunya kebohonganku padamu,
yaitu tentang "kopi asin". Ingatkah engkau pertama
kali kita bertemu dan berpacaran? Saat itu aku begitu
gugup untuk memulai percakapan kita. Karena
kegugupanku, aku akhirnya meminta garam padahal yang
aku maksudkan adalah gula. Selama hidupku banyak kali
aku mencoba untuk mengatakan kepadamu hal yang
sebenarnya, sebagaimana aku telah berjanji bahwa aku
tidak akan pernah berbohong kepadamu untuk apapun
juga. Tetapi aku tidak sanggup mengatakannya. Kini aku
sudah mati, aku tidak takut lagi, maka aku memutuskan
untuk mengatakan kebenaran ini kepadamu bahwa aku
tidak suka kopi asin. Rasanya aneh dan tidak enak.
Selama hidupku aku baru meminum kopi asin sejak aku
mengenalmu. Meski begitu, aku tidak pernah menyesal
untuk apapun yang aku lakukan untukmu. Memiliki engkau
merupakan kebahagiaan terbesar yang pernah aku miliki
selama hidupku. Jika aku dapat hidup untuk kedua
kalinya, aku tetap ingin mengenalmu dan memilikimu
selamanya, meskipun aku harus meminum kopi asin lagi".
Air mata wanita itu membasahi surat yang dibacanya.
Suatu hari seseorang bertanya kepadanya, "Bagaimana
rasanya kopi asin itu?" "Sangat enak", jawabnya.
Kita selalu berpikir bahwa kita sudah mengenal
pasangan kita lebih dari orang lain mengenal mereka.
Tetapi mungkin saja ada hal-hal tertentu yang tidak
kita ketahui di mana pasangan kita telah rela meminum
"kopi asin" (salty coffee) dengan membuang ego,
kesombongan, kesenangan dan hobinya untuk menjaga
keharmonisan hubungan kita dengannya.
Ya, begitulah caranya mengasihi dan mencintai. Bukan
menuntut, tetapi berkorban. "Janganlah tiap-tiap orang
hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi
kepentingan orang lain juga". Membuang kebencian dan
mengasihi lebih lagi, menyebabkan rasa garam lebih
enak daripada rasa gula
penampilannya tidak jauh berbeda dengan penampilan
laki-laki lain yang datang, namun kelihatannya tidak
seorangpun yang tertarik padanya. Ia lalu
memperhatikan seorang gadis yang dari tadi dikelilingi
banyak orang. Di akhir pesta itu, ia memberanikan diri
mengundang gadis itu untuk menemaninya minum kopi.
Karena kelihatannya laki-laki itu menunjukkan sikap
yang sopan, gadis itupun memenuhi undangannya. Mereka
berdua kini duduk di sebuah warung kopi. Begitu
gugupnya laki-laki itu hingga ia tidak tahu bagaimana
harus memulai sebuah percakapan.
Tiba-tiba ia berkata kepada pelayan, "Dapatkah engkau
memberiku sedikit garam untuk kopiku?" Setiap orang
yang ada di sekitar mereka memandang lelaki itu
keheranan. Wajahnya memerah seketika, tetapi ia tetap
memasukkan garam itu ke dalam kopinya lalu kemudian
meminumnya. Penuh rasa ingin tahu, gadis yang duduk di
depannya bertanya, "Bagaimana kau bisa mempunyai hobi
yang aneh ini?" Laki-laki itupun menjawab, "Ketika aku
masih kecil, aku hidup di dekat laut, aku suka
bermain-main di laut. Jadi aku tahu rasanya air laut,
asin seperti rasa kopi asin ini. Sekarang, setiap kali
aku meminum kopi asin ini, aku terkenang akan masa
kecilku, tentang kampung halamanku, aku sangat
merindukan kampung halamanku, aku merindukan orang
tuaku yang tetap hidup di sana." Ia mengatakan itu
sambil berurai air mata, kelihatannya ia sangat
tersentuh.
Gadis itu berpikir, "Apa yang diceritakan oleh
laki-laki tersebut adalah ungkapan isi hatinya yang
terdalam. Orang yang mau menceritakan tentang
kerinduannya akan rumahnya adalah orang yang setia,
peduli dengan rumah dan bertanggung jawab terhadap
seisi rumahnya". Maka gadis itupun mulai bercerita
tentang kampung halamannya yang jauh, masa kecilnya
dan keluarganya.
Merekapun berpacaran. Gadis itu menemukan semua yang
dia inginkan di dalam diri laki-laki tersebut.
Laki-laki itu begitu toleransi, baik hati, hangat dan
penuh perhatian. Ia adalah laki-laki yang sangat baik,
sehingga ia selalu merindukannya. Singkat cerita,
merekapun menikah dan hidup bahagia. Setiap kali, ia
selalu membuatkan kopi asin bagi suaminya karena ia
tahu suaminya sangat menyukai kopi asin.
Sesudah empat puluh tahun menikah, meninggallah
suaminya. Ia meninggalkan surat kepada istrinya,
"Sayangku, maafkan aku, maafkan kebohonganku selama
aku hidup. Inilah satu-satunya kebohonganku padamu,
yaitu tentang "kopi asin". Ingatkah engkau pertama
kali kita bertemu dan berpacaran? Saat itu aku begitu
gugup untuk memulai percakapan kita. Karena
kegugupanku, aku akhirnya meminta garam padahal yang
aku maksudkan adalah gula. Selama hidupku banyak kali
aku mencoba untuk mengatakan kepadamu hal yang
sebenarnya, sebagaimana aku telah berjanji bahwa aku
tidak akan pernah berbohong kepadamu untuk apapun
juga. Tetapi aku tidak sanggup mengatakannya. Kini aku
sudah mati, aku tidak takut lagi, maka aku memutuskan
untuk mengatakan kebenaran ini kepadamu bahwa aku
tidak suka kopi asin. Rasanya aneh dan tidak enak.
Selama hidupku aku baru meminum kopi asin sejak aku
mengenalmu. Meski begitu, aku tidak pernah menyesal
untuk apapun yang aku lakukan untukmu. Memiliki engkau
merupakan kebahagiaan terbesar yang pernah aku miliki
selama hidupku. Jika aku dapat hidup untuk kedua
kalinya, aku tetap ingin mengenalmu dan memilikimu
selamanya, meskipun aku harus meminum kopi asin lagi".
Air mata wanita itu membasahi surat yang dibacanya.
Suatu hari seseorang bertanya kepadanya, "Bagaimana
rasanya kopi asin itu?" "Sangat enak", jawabnya.
Kita selalu berpikir bahwa kita sudah mengenal
pasangan kita lebih dari orang lain mengenal mereka.
Tetapi mungkin saja ada hal-hal tertentu yang tidak
kita ketahui di mana pasangan kita telah rela meminum
"kopi asin" (salty coffee) dengan membuang ego,
kesombongan, kesenangan dan hobinya untuk menjaga
keharmonisan hubungan kita dengannya.
Ya, begitulah caranya mengasihi dan mencintai. Bukan
menuntut, tetapi berkorban. "Janganlah tiap-tiap orang
hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi
kepentingan orang lain juga". Membuang kebencian dan
mengasihi lebih lagi, menyebabkan rasa garam lebih
enak daripada rasa gula
2 Comments